Mendorong Pertumbuhan Sektor Real Estat di Aceh Dengan Peningkatan Realisasi Program FLPP

Dr. Mahpud Sujai
Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran III, Kantor Wiayah Ditjen Perbendaharaan Propinsi Aceh

Perekonomian nasional dierkirakan tetap tumbuh stabil di tengah situasi penuh ketidakpastian yang terjadi baik dalam perekonomian global maupun domestik. Perekonomian global masih terus melanjutkan kondisi yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis geopolitik yang masih terus berlangsung, harga komoditas yang masih relative tinggi, hingga pertumbuhan ekonomi di negara-negara utama yang masih melemah.

Kondisi perekonomian global yang tidak menentu tentu saja berdampak langsung terhadap perekonomian domestik yang saat ini masih belum sepenuhnya pulih meskipun sudah terlihat titik cerah pertumbuhan ekonomi ke depan.

Faktor pemilu yang berlangsung aman dan terkendali juga menjadi salah satu factor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi domestik tetap stabil.

Mendorong Pertumbuhan Sektor Real Estat di Aceh Dengan Peningkatan Realisasi Program FLPP
sumber: pixabay.com

Ekonomi Tumbuh Stabil

Berdasarkan data BPS, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,05 persen pada tahun 2023. Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh sebesar 10,33 persen, sektor jasa lainnya yang tumbuh 10,15 persen dan sentor listrik dan gas yang tumbuh 8,68 persen.

Di sisi lain, sektor real estat hanya tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhan nasional dan jauh tertinggal dari sektor-sektor lain. Sektor real estat pada tahun 2023 hanya tumbuh sebesar 2,18 persen.

Berbeda dengan sektor real estate, sektor konstruksi tumbuh jauh lebih baik. Sektor konstruksi tahun 2023 tumbuh sebesar 7,68 persen, lebih tinggi diatas rata-rata pertumbuhan nasional. Namun pertumbuhan sektor konstruksi lebih didorong oleh pembangunan infrastruktur pemerintah seperti jalan tol, bendungan hingga pembangunan ibu kota negara Nusantara.

Jika digabungkan antara sektor konstruksi dan real estate, sektor properti hingga real estat ini telah memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Sepanjang tahun 2018 hingga 2023, kontribusi dari sektor property termasuk konstruksi dan real estate mencapai sekitar Rp 2.300 hingga 2.800 triliun setiap tahunnya, atau sekitar 14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi Indonesia.

Baca Juga:  Menggapai Idaman Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Kontribusi Sektor Real Estat

Selain kontribusi dari sisi nilai ekonomi, sektor properti, real estat, dan konstruksi juga menciptakan banyak lapangan tenaga kerja dalam perputaran ekonominya. Tenaga kerja yang diciptakan mencapai sekitar 13 hingga 19 juta orang.

Sektor properti, real estat, dan konstruksi juga dapat memberikan efek berganda kepada 185 subsektor industri lainnya, dari bahan bangunan seperti semen, besi, batu bata, hingga furnitur, elektronik, dan peralatan rumah tangga.

Perlambatan pertumbuhan sektor real estat ini terutama disebabkan oleh masih rendahnya permintaan atas rumah di semua segmen, baik segemn menengah bawah, menengah bahkan segmen menengah ke atas. Segmen real estat lainnya pun seperti apartemen, perkantoran dan pusat perbelanjaan masih belum pulih pasca krisis Covid.

Pelaku industri sektor real estat tentu saja harus bekerja keras untuk kembali memulihkan pertumbuhan penjualan rumah. Salah satu segmen yang memiliki prospek yang cukup baik untuk tumbuh adalah segmen perumahan kelas menengah ke bawah.

Segmen perumahan kelas menengah ke bawah tentu saja menjadi asar yang sangat menarik. Hal ini dikarenakan Sebagian besar segmen ini merupakan kelompok masyarakat yang belum memiliki rumah atau first home buyer. Segmen ini pasarnya sangat besar, namun daya beli masyarakat segmen ini masih perlu ditingkatkan.

Sebagai kebuthan dasar, tentu saja rumah menjadi idaman semua lapisan masyarakat, termasuk segmen menengah ke bawah ini. Sehingga pasar segmen ini tentu saja sudah tersedia, hanya tinggal bagaimana Kerjasama berbagai pihak baik pemerintah maupun developer untuk menyediakan perumahan bagi segmen kelompok ini.

Intervensi Kebijakan

Untuk mendorong sektor real estat terutama di segmen menengah ke bawah, tentu saja diperlukan intervensi dan kebijakan dari pemerintah sehingga dapat menambah tingkat daya beli masyarakat terhadap kebutuhan rumah. Berbagai intervensi dan kebijakan sudah dilakukan oleh pemerintah antara lain Kredit Pemilikan Rumah Subsidi Selisih Bunga (KPR SSB), Subsidi Bantuan uang Muka (SBUM) hingga FLPP.

Baca Juga:  Bauran Kebijakan Pemerintah untuk Bangkitnya Sektor Properti Pasca Krisis Pandemi

Salah satu intervensi dan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat kelas menengah ke bawah dalam mencapai impiannya memiliki rumah adalah dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

FLPP adalah dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sementara itu, pelaksanaan program FLPP ini dilakukan oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Berdasarkan data dari BP Tapera, hingga periode akhir September 2023, realisasi penyaluran dana FLPP yang sudah dilakukan secara nasional telah mencapai sekitar 166.883 unit. Realisasi tersebut telah mencapai nilai yang sangat besar yaitu senilai Rp 18,91 triliun.

Besarnya realisasi program FLPP ini tentu saja dapat mendorong pertumbuhan sektor real estat secara nasional dan secara langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian secara agregat.

Sektor real estat tentu saja memiliki multiplier effect yang cukup tinggi karena sangat berhubungan dengan sektor-sektor ekonomi yang lain seperti sektor jasa, sektor perdagangan, sektor industry hingga sentor listrik dan gas. Sehingga diharapkan program FLPP ini dapat memberikan kontribusi yang sangat positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

FLPP di Aceh

Berbeda dengan serapan program FLPP yang cukup meningkat di wilayah lain, penyaluran serapan program FLPP di Propinsi Aceh masih sangat jauh tertinggal. Data dari BP Tapera menyatakan bahwa serapan penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) Provinsi Aceh hingga ahir September 2023 hanya mencapai Rp93,4 miliar.

Jika dibandingkan dengan serapan realisasi FLPP Nasional yang sebesar Rp 18,91 triliun, serapan realisasi program FLPP di Aceh hanya mencapai sekitar 0,5 persen, bahkan kurang dari 1 persen dari serapan realisasi program FLPP nasional.

Jika dilihat dari jumlah unit yang terealisasi, hingga akhir Oktober 2023 realisasi penyaluran dana FLPP di Aceh hanya mencapai 872 unit. Jumlah ini tentu saja sangat jauh jika dibandingkan dengan serapan realisasi unit nasional yang mencapai 166.883 unit.

Baca Juga:  Menggapai Idaman Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Rendahnya penyerapan program FLPP di Aceh tentu saja memberikan beberapa kekurangan. Pertama, masyarakat Aceh menjadi kurang mendapatkan keuntungan dari program nasional ini. Kedua, pertumbuhan sektor real estat di Aceh menjadi lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan sektor real estat nasional. Ketiga, perputaran uang melalui perbankan di Aceh menjadi lebih sedikit dengan serapan kredit FLPP yang cukup rendah.

Berdasarkan analisa penulis, terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya serapan kredit program FLPP di Propinsi Aceh. Pertama adalah kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terkait kelebihan yang akan didapatkan masyarakat jika berpartisipasi dalam program FLPP ini.

Masyarakat akan sangat terbantu dan uang yang dikeluarkan untuk memiliki rumah menjadi lebih sedikit. Kedua developer di Aceh yang masih belum banyak memanfaatkan dan bekerjasama dengan program FLPP. Sehingga perlu diberikan insentif dan kemudahan bagi developer di Aceh agar bisa berpartisipasi dalam program FLPP ini. Ketiga adalah terbatasnya pilihan pembiayaan perbankan di Aceh.

Berbeda dengan propinsi yang lain, Aceh memiliki karakteristik yang berbeda, karena hanya Lembaga keuangan Syariah yang bisa beroperasi di Aceh. Hal ini menyebabkan FLPP memiliki kesulitan dalam bekerjasama dengan Lembaga euangan karena terbatasnya jumlah Lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh.

Berbagai hambatan tersebut tentu saja harus diatasi. BP Tapera selaku pelaksana program FLP harus lebih giat untuk terjun dan sosialisasi di Aceh. Sehingga masyarakat Aceh merasakan manfaat yang sama dengan masyarakat di daerah lain.

Selain itu, dengan meningatnya pembangunan sektor real estate, tentu saja akan secara langsung mendorong pertumbuhan ekonomi di Aceh, selain tentu saja membantu masyarakat utuk memiliki rumah yang didamkannya.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *